"Long live cinema, Bro!"
Kutipan dari film Thailand Not Friends itu begitu membekas setelah saya menyaksikannya bioskop. Film ini berhasil menghadirkan kehangatan lewat kisah coming of age tentang persahabatan anak SMA dan persembahan manis untuk sinema.
Saya mengagumi kemampuan Atta Hemwadee dalam mengekspresikan persahabatan, cinta, hingga mimpi melalui Not Friends. Meski baru debut menyutradarai film panjang, ia cukup piawai meramu semua unsur itu menjadi tontonan berkesan.
Not Friends sesungguhnya tidak punya premis yang rumit atau menggebu-gebu. Jalan cerita yang juga ditulis sang sutradara pun relatif ringan, tetapi berhasil dikemas menjadi amat emosional.
Keberhasilan Not Friends menghadirkan emosi lewat plot sederhana itu sepertinya berasal dari kepiawaian Hemwadee dalam menyuguhkan cerita.
Not Friends juga berhasil memberikan kesan mendalam karena ceritanya yang begitu dekat, terutama dengan kehidupan masa SMA. Film ini dengan mudah mengajak penonton untuk kembali menapaki masa-masa itu.
Kehangatan yang disuguhkan Not Friends juga terasa semakin berlipat bagi saya pribadi. Sebab, saya merasa dekat dengan kisah yang dialami sang karakter utama, Pae (Anthony Buisseret).
Ada dua hal yang setidaknya menjadi alasan film ini terasa personal.
Pertama, Pae--sama seperti saya--kehilangan seorang teman saat SMA. Kedua, saya pun pernah merasakan gairah yang sama dengan Pae kala mengerjakan film pendek untuk diputar di perpisahan sekolah.
Kedekatan itu tak pelak membuat saya jatuh cinta dengan mudah kepada Not Friends. Film ini memberikan emosi hangat yang lama tidak saya rasakan.
Namun, menurut saya, Not Friends tetap bisa memberikan kesan mendalam meski tak terlalu 'relate' dengan perjalanan Pae membuat film pendek dengan teman-temannya.
Kehangatan itu akan tetap terasa, terutama bagi penonton yang punya setidaknya seorang teman dekat maupun pernah merasakan eratnya pertemanan masa SMA.
Not Friends juga menyuguhkan ekspresi cinta lain dengan warna yang berbeda, yakni cinta dan gairah untuk sinema.
Kecintaan terhadap dunia film itu terlihat dari semangat menggebu Pae dkk ketika mulai menggarap cerita. Saya pun dibuat tersenyum ketika melihat anak-anak SMA itu mengerahkan imajinasi sebebas mungkin demi sebuah proyek senang-senang.
Hemwadee juga cukup jeli dalam menyelipkan referensi dunia film ke dalam cerita, mulai dari Christopher Nolan, George Lucas, hingga adegan ikonis Mission: Impossible.
Keistimewaan Not Friends juga terbukti dari begitu beragamnya emosi yang dialami selama menyaksikan cerita. Menonton film produksi studio GDH ini ini bak menumpangi wahana roller coaster emosi manusia.
Penonton akan mengawali perjalanan dengan gelak tawa hingga terpingkal, lalu sempat dibuat mengernyitkan dahi karena menaruh curiga, kemudian diakhiri tangis haru yang membuat hati terasa penuh.
Perjalanan naik turun itu terjadi berkat kepiawaian Atta Hemwadee dalam menyusun struktur plot. Namun, Hemwadee juga tidak sepenuhnya sempurna dalam mengerjakan Not Friends.
Saya merasa penulisan cerita di babak ketiga terasa lumayan kedodoran dibanding dua babak pertama. Sepertiga akhir cerita itu terlalu berlarut-larut demi mencapai ending terbaik.
Aspek audio visual Not Friends juga menjadi pelengkap manis untuk cerita, terutama saat menampilkan adegan-adegan film pendek yang menembus imajinasi.
Penampilan deretan pemeran yang didominasi aktor muda itu pun amat layak dipuji. Para pemeran itu berhasil menyempurnakan Not Friends sehingga benar-benar layak mendapat banyak pujian.
Apresiasi juga patut diberikan kepada tiga pemeran utama, yakni Anthony Buisseret, Pisitpol Ekaphongpisit, dan Thitiya Jirapornsilp.
Ketiga aktor itu berhasil menjadi jantung cerita dengan menunjukkan berbagai bentuk emosi lewat dialog, gestur, hingga tatapan mata.
Pengalaman memuaskan ini berhasil menjawab rasa penasaran saya terhadap Not Friends. Dengan paket lengkapnya, coming of age ini memang layak mewakili Thailand untuk Piala Oscar 2024.
Entah mengapa, Not Friends di mata saya juga amat beresonansi dengan film Indonesia yang beberapa waktu lalu tayang di bioskop, Jatuh Cinta Seperti di Film-Film.
Kedua film dari Asia Tenggara itu sama-sama meninggalkan kesan mendalam karena berbicara soal cinta sekaligus menjadi perayaan atas dunia sinema.
Sumber : https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20240131172250-220-1056854/review-film-not-friends/1
0 Komentar